Beerita.id Pandemi tak berarti semua kegiatan harus seratus persen terhenti. Mungkin banyak yang mengeluhkan ini. Tidak bisa bekerja, tidak mendapat penghasilan dan lain sebagainya. Tapi bagi seseorang yang kreatif pasti ada saja ide. Salah satunya adalah Hamid Nabhan. Diadakannya PSBB justru membuatnya lebih mengeksplor dirinya. Raganya mungkin di rumah, tapi pikiran dan jiwanya tidak. “wabah boleh mengekang kebebasan. Tapi tak akan sanggup merampas kreativitasku,” ujar pria yang berulang tahun setiap 15 Agustus itu.

Ketika masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ia merasa waktunya lebih luang. Hamid banyak menghabiskan waktunya dengan menulis dan membaca. Namun ternyata itu masih belum membuatnya puas. Ia mencoba kembali menulis buku.
Selama PSBB Hamid Nabhan justru melahirkan empat karya buku terbarunya. Luar biasa memang. Karena sebenarnya Hamid lebih dikenal sebagai pelukis pemandangan alam dan penyair. Lukisannya banyak sekali menggambarkan pemandangan alam pedesaan. Tapi kini sebagai sastrawan, nampaknya ia mencoba gambaran yang berbeda. Pada salah satu karya terbarunya Hamid lebih memilih menceritakan kehidupan kaum urban atau perkotaan.

Dalam dunia penulisan, Hamid menulis di berbagai genre. Seperti puisi, renungan, kutipan, bahkan cerita perjalanannya. Kini salah satunya ia juga menulis cerpen.
Keempat buku terbarunya ini pun berbagai genre. Yang terbaru ia juga mencoba membuat cerpen. Cerpennya berjudul Sang Badut dan Penyair. Satir. Bercerita tentang sindiran yang terinspirasi kondisi sosial saat ini. Apalagi di tengah wabah. Dialog antara badut dan penyair selalu bermakna sindiran. “tadi ada teman badut mengatakan bahwa wabah ini ditularkan oleh orang miskin,” ujar Pulot, nama karakter badut dalam cerita tersebut.
Nama Pulot dalam karakter tersebut mungkin akan terdengar aneh. Tapi semua memiliki makna. Termasuk nama itu. Pulot berasal dari bahasa Tagalog di Filiphina yang berarti madu. Di definisikan sama dengan honey dalam bahasa Inggris yang juga bisa berarti sayang atau kesayangan.

Karya yang lain adalah cerita perjalanannya ke empat negara. Mesir, Israel, Yordania dan Palestina. Perjalanan yang ditempuh September silam itu dibukukan dalam karya berjudul Lorong Sejarah. Menceritakan pengalaman dan keunikan ketika mengunjungi negara tersebut. Buku ini penuh warna. Berisi juga lukisan alam ketika ia berada di sana. Dua buku yang lain, tentang kumpulan quotes dan puisi.
Hamid tak hanya sekadar membuat buku. Tapi ada misi mulia di balik semua itu. Ia ingin memberikan sumbangsih berupa literasi kepada mereka yang membutuhkan. Sudah lebih dari 38 buku yang ia terbitkan. Semua dibagikan secara cuma-cuma. Alias gratis. Apa yang dilakukan Hamid nampaknya perlu dilakukan oleh banyak orang. Apalagi literasi di bangsa Indonesia sangat kurang sekali. Padahal kata pepatah “ Buku adalah jendela dunia,”