Cambuk Dahlan Iskan
Malam itu mungkin menjadi salah satu malam terburuk saya. Nampaknya Dewi Fortuna sedang enggan mendekat.
Akhirnya ada saja sialnya. Puncaknya, ketika panutan saya, merasa kecewa terhadap kinerja saya.
“Kalau Cuma foto begini, bukan wartawan juga bisa,”
ujar Dahlan Iskan.
Omongan itu mungkin terkesan simple. Tapi cukup menohok.
Saat itu DI’s way kedatangan tamu spesial. Prof. Mahfud MD. Yang kini menjabat sebagai Menkopolhukam. Jarum jam di tangan menunjuk ke angka empat. Saya dihubungi oleh Mas Tomy untuk stand by di kantor sejak pukul enam sore. Akhirnya setelah liputan di Igor mengenai lukisan selesai, saya langsung bergegas ke kantor DI’s way yang terletak di Jalan Walikota Mustajab itu.
Perjalanan yang tak sampai lima belas menit, membuat saya masih memiliki cukup waktu untuk memindahkan file foto sebelumnya ke komputer kantor.
Di sini petaka dimulai wkwk. Sd card yang saya masukkan di komputer kantor tiba tiba saja terkena serangan virus.
Tentunya bukan virus corona. Virus itu melenyapkan semua data foto-foto sekaligus membuat SD card itu tak lagi berfungsi. Wah, paniknya bukan main. Masalah itu belum selesai, tiba-tiba rombongan Pak Menteri sudah berada di depan. Kalang kabut. Cuma itu yang bisa menggambarkan diri saya saat itu. Saya pun memutuskan memotret menggunakan hape terlwbih dahulu untuk memback-up.
Sebenarnya saya baru saja membeli kamera Mirrorless. Tapi saya memegang kamera itu belum genap satu jam. Jadi masih bingung untuk mengoperasikannya. Alhasil saya jeprat jepret sana sini. Untuk mengetahui hasil dan bagaimana komposisi aturan yang pas. Bermodalkan handphone dan kamera mirrorless itu saya mengabadikan beberapa momen pertemuan dua tokoh besar itu. Termasuk ketika Pak Mahfud menikmati masakan Istri Pak Dahlan.
Berbagai foto saya ambil. Tapi tidak satupun yang bisa memuaskan saya. Tak lama, Mas Tomy bilang kalau nantinya foto itu akan menjadi foto A. untuk headline. Saya pun bingung. karena hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Apalagi setelah pertemuan, Pak Dahlan langsung ingin melihat hasil foto-foto saya. Duh jantung saya rasanya mau copot saat itu juga.
“Foto Anda ini kayak pas foto. Cuma kebetulan saja ada dua orang,”
kata orang nomor satu media itu.
“seharusnya Anda itu mengambil dari angle sebelah sini,” tambahnya sembari tangannya mempraktekkan seolah-olah memegang kamera. Saya hanya terdiam. Tidak ada kata-kata yang keluar selain “Siap Bah, mohon maaf,” hanya itu yang berani saya sampaikan. Mengenai alasannya, saya tidak berani mengutarakan.
Beruntungnya setidaknya ada satu foto yang “sedikit” bisa diterima untuk dijadikan cover headline. Itu pun masih harus diedit dengan diberikan kutipan di tengahnya.
Selepas itu Pak Dahlan meninggalkan kantor. Banyak dukungan yang mencoba kembali menaikkan semangat saya. Termasuk dari Mas Nanang. “Dik, tak kasih tahu. Tidak ada pelaut handal yang dilahirkan di sungai. Toh itu untuk kebaikan kamu juga. Biar semakin memperbaiki diri,” ujarnya sembari mengepalkan tangannya tanda memberikan semangat.
Setelah kejadian itu, malamnya saya lewati tanpa terlelap sedikitpun. Ratusan bahkan ribuan foto orang berdiskusi saya tengok satu persatu. Agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Foto berbagai pose dan latar belakang saya teliti lebih jauh. Bagaimana cara pengambilannya, dari sudut mana dan lain sebagainya. Intinya saya tidak mau seperti itu lagi.
Tapi pada akhirnya saya tetap bersyukur. Bersyukur atas kesempatan yang tak ternilai ini. Bahwa ternyata saya menjadi salah satu keluarga DI’s way. Bahkan sebelum Harian itu naik cetak. Terima kasih banyak Abah Dahlan Iskan. Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun ya Bah. Segala doa baik saya haturkan kepada sang pencipta. Tentang kesehatan dan rejeki sudah pasti masuk di dalamnya. Apalagi agar Abah bisa panjang umur. Supaya dapat menginspirasi lebih banyak orang lagi.