beerita.id – Jakarta, 10 Januari 2025 – Di aula megah Gedung Nurcholish Madjid, di lantai delapan yang menghadap cakrawala Jakarta Timur, Universitas Paramadina mengukir sejarah baru. Setelah 27 tahun berjuang, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain, kampus ini akhirnya memiliki rumah sendiri. Perayaan Dies Natalis ke-27 pun menjadi lebih dari sekadar momen tahunan ini adalah selebrasi sebuah mimpi yang akhirnya terwujud.
Hari itu, aula dipenuhi para tokoh terkemuka, mulai dari John Riady, CEO PT Lippo Karawaci, hingga Amminudin, Corporate Secretary Triputra Grup. Namun, sorotan utama adalah mereka yang berada di balik kesuksesan Universitas Paramadina selama hampir tiga dekade: para pendidik, penggerak, dan pemimpi besar.
Visi yang Berakar, Langkah yang Melangkah
Dalam sidang senat pembuka, Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, mengungkapkan capaian-capaian universitas. “Kini, Universitas Paramadina telah memiliki 5.800 mahasiswa dan kami menargetkan untuk mencapai 10.000 mahasiswa dalam waktu dekat,” ucapnya dengan penuh optimisme.
Lebih dari sekadar angka, perjalanan ini adalah wujud dari mimpi besar yang dirajut perlahan-lahan. Saat ini, Paramadina memiliki tujuh guru besar, 15 calon guru besar, dan 57 lektor, sebuah pencapaian yang menegaskan posisinya sebagai salah satu kampus swasta yang terus berinovasi.
Ketua Umum Yayasan Wakaf Paramadina, Hendro Martowardojo, juga tidak dapat menyembunyikan rasa bangganya. “Pembangunan kampus ini dimulai dari niat besar dan kerja keras yang kini mulai terwujud. Harapan kami, kampus ini akan terus menjadi mercusuar pendidikan di masa depan,” katanya dengan mata berbinar.
Refleksi Sejarah, Inspirasi Masa Depan
Salah satu momen paling berkesan adalah orasi yang disampaikan Prof. Komaruddin Hidayat. Dengan penuh semangat, ia mengisahkan perjalanan bangsa Indonesia, dari era Budi Utomo hingga reformasi, dan mengaitkannya dengan peran pendidikan sebagai pembangun bangsa.
“Muhammad Yamin, Soegondo, dan W.R. Supratman adalah contoh pemuda visioner di usia di bawah 25 tahun. Mereka bermimpi besar untuk Indonesia, mimpi yang kemudian diwujudkan oleh generasi 1945,” ungkapnya.
Namun, orasi ini tidak berhenti di masa lalu. Prof. Komaruddin juga menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia hari ini. “Kita membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memahami sejarah, tetapi juga memiliki keberanian untuk menciptakan masa depan yang adil dan berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Mimpi Cak Nur, Warisan yang Tak Pernah Padam
Di antara para tamu undangan, Ibu Omi Komaria Madjid, istri mendiang Prof. Nurcholish Madjid, memberikan pesan penuh haru. Dengan suara bergetar, ia mengingatkan kembali visi almarhum suaminya.
“Kejujuran, toleransi, dan keteladanan publik adalah nilai-nilai yang selalu dijunjung oleh Cak Nur. Mimpi beliau adalah menjadikan Paramadina sebagai rumah bagi pemikiran yang terbuka dan mendalam,” katanya.
Momen itu terasa sakral, seolah-olah semangat Cak Nur kembali hadir, menyatu dengan gedung baru ini, mengilhami setiap sudutnya.
Rumah yang Ditunggu 23 Tahun
Tidak ada yang lebih berbahagia daripada Jusuf Kalla, Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina. Dalam pidatonya, ia merenungkan perjalanan panjang Universitas Paramadina yang selama 23 tahun harus berpindah-pindah lokasi.
“Alhamdulillah, akhirnya Universitas Paramadina memiliki rumah sendiri. Semoga kampus ini terus menjadi wadah bagi pemikiran kelas menengah yang berkontribusi bagi bangsa,” ujarnya dengan senyum hangat.
Jusuf Kalla juga memberikan apresiasi kepada para pendiri dan tokoh besar yang telah menginspirasi perkembangan kelas menengah di Indonesia, seperti BJ Habibie, Nurcholish Madjid, dan Abdul Latif. Ketiganya, menurutnya, adalah pilar-pilar penting yang membangun bangsa ini.
Mimpi yang Baru Dimulai
Bagi Universitas Paramadina, perayaan Dies Natalis ini bukan hanya sebuah pencapaian, tetapi juga awal dari mimpi yang lebih besar. Dengan rumah baru ini, mereka memiliki harapan untuk mencetak lebih banyak pemikir, pemimpin, dan inovator yang mampu membawa Indonesia ke panggung dunia.
Di aula itu, harapan terasa hidup, terpancar dari setiap wajah yang hadir. Rumah Paramadina bukan hanya gedung, tetapi simbol perjalanan panjang sebuah visi yang terus bertumbuh, menjulang menuju langit masa depan.